Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hoesen menyatakan aturan mengenai Multiple Voting Share (MVS) untuk mengakomodasi pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) perusahaan teknologi berstatus unicorn di pasar saham domestik akan terbit pada tahun ini.
Hal ini disampaikan Hoesen dalam acara acara webinar Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2021 dengan tajuk "Welcoming Tech IPOs: Trend, Challenges, Opportunites and Regulatory Perspective.
Hoesen meyakini, perusahaan unicorn di Indonesia jika melakukan penawaran umum perdana saham di dalam negeri berpotensi meningkatkan nilai kapitalisasi pasar BEI dan menarik bagi investor, baik lokal maupun global.
"Kami berharap aturan ini akan diterbitkan pada tahun ini. Kami akan berkoordinasi dengan Bursa Efek Indonesia," kata Hoesen, Jumat (15/10/2021).
Dalam perannya mendorong perusahaan rintisan melantai di bursa saham, kata Hoesen OJK memiliki tiga peran.
Pertama, OJK terus mendorong perusahaan rintisan untuk melakukan IPO di Indonesia.
Kedua, OJK menyiapkan infrastruktur terkait IPO perusahaan rintisan. Pasalnya, regulator menyadari masih banyak infrastruktur pendukung yang perlu disiapkan, baik dari sisi regulasi, kebijakan, maupun sistem pendukung.
Ketiga adalah menyempurnakan beberapa regulasi, antara lain penerapan dual class share dengan multi voting share.
Seperti diketahui, multi voting share (MVS) adalah suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap sahamnya. Regulasi ini ini nantinya akan bernama POJK tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas.
OJK sebelumnya sudah meminta tanggapan publik atas RPOJK (Rancangan Peraturan OJK) ini kepada publik sejak 8-21 Juni lalu untuk mengumpulkan masukan untuk memfinalkan aturan ini.
Penerapan dual class share dengan multiple voting shares merupakan praktik yang lazim diberlakukan untuk perusahaan rintisan di luar negeri.
"Sebagai contoh, diberlakukan juga oleh beberapa bursa efek seperti SGX [Singapura], HKEX [Hong Kong], NYSE, dan Nasdaq [dua bursa Wall Street AS]. Beberapa Bursa seperti HKEX, NYSE, Nasdaq telah memiliki kebijakan pendukung perusahaan," tulis OJK.
Menurut OJK, secara best practice, penerapan dual-class shares (dua kelas saham) dengan klasifikasi MVS di beberapa bursa global hanya dipegang oleh para founder yang bertindak sekaligus menjadi manajemen atau pihak kunci yang dapat memastikan keberlangsungan visi perusahaan ke depan dalam jangka panjang.
Juni lalu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso sempat menyampaikan, regulasi MVS tersebut memang saat ini sudah menjadi praktik di bursa saham global.
Dengan adanya aturan ini akan memungkinkan perusahaan-perusahaan teknologi dalam negeri yang akan IPO, seperti GoTo, tetap bisa menjadi pengendali perusahaan meskipun porsi kepemilikan saham pendiri relatif lebih kecil.
"Kita garap RPOJK [Rancangan Peraturan OJK] multiple voting share, ini sudah dilakukan di beberapa negara dan rancangan peraturan bursa mengenai ekonomi khusus," kata Wimboh, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, secara virtual, Senin (14/6/2021).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, otoritas bursa turut adaptif dengan penerapan MVS atau saham dengan hak suara multipel (SHSM).
Aturan ini memungkinkan pemegang SHSM memiliki hak suara yang lebih tinggi dari porsi kepemilikannya, bergantung rasio voting power setiap struktur SHSM tersebut.
Salah satu latar belakang penerapan SHSM adalah untuk menjaga pengendalian dari para founders yang merupakan key person sebuah perusahaan.
Dengan tetap menjadi pengendali, walaupun persentase kepemilikannya kecil, para founders ini tetap memiliki power untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan jangka panjang.
"Di pasar modal Indonesia aturan ini sedang disusun dan dibahas agar nantinya dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan yang memang diperkenankan menerapkan SHSM dalam struktur permodalannya," katanya.(hps/hps)
Source: CNBCIndonesia