Arsip September 2021
IHSG Menguat 0,56% ke 6.142 Pada Kamis (23/9), Asing Mencatat Net Buy Besar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat lagi pada perdagangan hari ini. Kamis (23/9), IHSG naik 0,56% atau 34,45 poin ke 6.142,71 pada akhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Meski IHSG menguat, ada enam indeks sektoral yang berakhir di zona merah. Sektor transportasi dan logistik terjun 1,96%. Sektor perindustrian tergerus 1,33%. Sektor infrastruktur merosot 0,77%. Sektor kesehatan melemah 0,57%. Sektor properti dan real estat turun 0,47%. Sektor barang baku melemah 0,34%. Sektor energi yang menguat 2,19% memimpin kenaikan lima sektor. Sektor teknologi melejit 1,77%. Sektor keuangan melonjak 1,28%. Sektor barang konsumsi non primer menguat 1,12%. Sektor barang konsumsi primer naik 0,25%. Total volume transaksi bursa mencapai 26,28 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 13,27 triliun. Sebanyak 260 saham menguat. Ada 257 saham yang turun harga dan 146 saham flat.  Top gainers LQ45 hari ini adalah: PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) 5,94% PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 4,43% PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) 3,17% Top losers LQ45 terdiri dari: PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) 4,12% PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) -3,15% PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) -2,57% Investor asing mencatat net buy atau pembelian bersih Rp 871,18 miliar di seluruh pasar. Saham-saham dengan pembelian bersih terbesar asing adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Rp 753,8 miliar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 181,6 miliar, dan PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) Rp 147,2 miliar. Saham-saham dengan penjualan bersih (net sell) terbesar asing adalah PT City Retail Developments Tbk (NIRO) Rp 225,4 miliar, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 69,3 miliar, dan PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) Rp 42,9 miliar. Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Selengkapnya
Raihan kontrak anyar PTPP baru 33,5% dari target, ini strategi di sisa tahun 2021
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kontrak baru yang sudah digenggam PT PP Tbk (PTPP) hingga Agustus 2021 baru mencapai Rp 10,1 triliun. Padahal, perusahaan pelat merah ini telah menargetkan kontrak baru di tahun ini bisa mencapai Rp 30,1 triliun. Sekretaris Perusahaan PTPP Yuyus Juarsa mengatakan, proyek yang telah di raih sampai dengan Agustus 2021 diantaranya yakni proyek Junction Dawuan Tol dengan nilai kontrak sebesar Rp 825 miliar, proyek Pegadaian Tower dengan nilai kontrak Rp 594 miliar dan proyek Gedung Kejaksaan Agung RI sebesar Rp 500 miliar. Selanjutnya proyek Jalan KIT Batang Fase 1.4 dengan nilai kontrak Rp 350 miliar, penataan Kawasan Pura Besakih sebesar Rp 344 miliar, Mandalika Infrastructure Fase 2 sebesar Rp 342 miliar. Lalu ada proyek infrastruktur Kab. Alor sebesar Rp 271 miliar, RS Banten sebesar Rp 241 miliar, TIM Phase 3 senilai Rp 226 miliar, serta irigasi Bintang Bano sebanyak Rp 212 miliar. “Untuk proyek strategis nasional (PSN) sampai dengan saat ini belum ada perolehan kontrak baru lagi,” jelas dia saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (23/9). Yuyus menambahkan, saat ini perusahaan tengah membidik beberapa proyek PSN seperti jalan tol ruas Semarang-Demak, KIT Batang, dan Dermaga Patimban. “Untuk proyek jalan tol Semarang-Demak, kami sudah mengikuti proses lelang di bulan September 2021. Sementara untuk proyek KIT Batang direncanakan akan proses lelang di bulan Oktober 2021,” pungkas dia. Reporter: Venny Suryanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
Selengkapnya
Hati-Hati! 3 Kebiasaan Ini Bisa Bikin Gen Z Terlilit Utang
Bisnis.com,JAKARTA- Generasi Z atau Gen Z atau mereka yang lahir antara 1995 dan 2010 merupakan generasi terbesar di dunia secara global harus berhati-hati dalam mengatur keuangan. Haim Israil, kepala Investasi Tematik Riset Global bank of America, mengatakan Gen Z memiliki kekuatan finansial yang kuat dan teliti terkait dengan uang. Namun di sisi lain, Israil menuturkan Gen Z berpotensi lebih konsumtif ketika generasi sebelum mereka - baby boomers dan silent generation - mewariskan kekayaan yang besar. Bila tidak dikontrol, Israil menilai sikap konsumtif dan boros dapat menimbulkan suatu masalah keuangan, salah satunya adalah utang. Dari analisa Israil, ada 3 hal yang kegiatan yang dapat membuat Gen Z terlilit utang. Pertama adalah gaya hidup. Gaya hidup menjadi penyebab utama dari masalah keuangan yang banyak dialami oleh Gen Z. Meski memiliki kekuatan finansial, namun jika tidak bisa mengontrol diri bisa membuat Gen Z terlilit utang. Salah satu kebiasaan yang bisa masalah keuangan adalah nongkrong di tempat-tempat yang fancy hampir setiap hari. Kedua, ketergantung dengan kartu kredit. Kebiasaan menggunakan kartu kredit untuk pembelian barang yang tidak terlalu penting bisa menyebabkan masalah keuangan, misalnya menggunakan kartu kredit untuk membeli makan atau minum di kafe atau resto, belanja bulanan, ataupun membeli pakaian yang terlalu mahal. Ketiga, penggunaan sistem paylater. Saat ini, banyak Gen Z yang menggunakan paylater karena memberikan kelonggaran dalam hal pembayaran saat membeli suatu barang. Namun, tanpa disadari tagihan paylater bisa membengkak dan menimbulkan masalah keuangan karena pada dasarnya sistem paylater sama dengan sistem pada kartu kredit konvensional.Sumber : Tempo Editor : Hadijah Alaydrus  
Selengkapnya
Imbal Hasil Treasury AS Melonjak, Wall Street Loyo
Bisnis.com, JAKARTA– Bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah pada perdagangan Senin (27/9/2021), di tengah kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Berdasarkan data Bloomberg, indeks S&P 500 ditutup melemah 0,28 persen ke 4.443,11, sedangkan indeks Nasdaq Composite turun 0,52 persen ke 14.969,97. Di sisi lain, indeks Dow Jones Industrial Average menguat 0,21 persen ke 34.869,37. Pelemahan indeks didorong oleh aksi jual saham emiten teknologi, di tengah kenaikan imbal hasil Treasury AS yang didorong sikap hawkish Federal Reserve pekan lalu.Penurunan obligasi mengirim imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun sempat melampaui 1,5 persen, level tertinggi sejak Juni 2021, sehingga menekan indeks Nasdaq yang mayoritas berisi saham teknologi. Sementara itu, saham emiten yang sensitif terhadap ekonomi seperti energi, keuangan, dan perusahaan kecil menguat. Pelaku pasar menaikkan ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga acuan setelah Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral dapat mulai mengurangi program pembelian pada November, sementara para pejabat memperbarui perkiraan mereka dan sebagian memperkirakan pengetatan moneter dimulai akhir 2022. Lonjakan imbal hasil Treasury telah menambah kekhawatiran terhadap valuasi saham yang tinggi, terutama di industri teknologi, yang telah mendorong reli pasar saham.Analis ThinkMarkets Fawad Razaqzada mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi mencerminkan ekspektasi investor terhadap pengetatan moneter di tengah melonjaknya tekanan inflasi. "Jika imbal hasil naik, ini bisa membebani terutama saham-saham pertumbuhan yang menguat berlebihan di sektor teknologi, yang memiliki dividen rendah," ungkap Fawad, seperti dikutip Bloomberg, Senin (27/9/2021).Ia melanjutkan, investor mungkin lebih memilih keamanan relatif dari utang pemerintah dan pembayaran kupon tetap daripada membeli saham yang dinilai terlalu tinggi saat The Fed mulai mengurangi program stimulusnya. Sementara itu, Pejabat The Fed Lael Brainard mengatakan pasar tenaga kerja akan segera mencapai target yang dibutuhkan untuk mengurangi pembelian aset, sementara varian delta Covid-19 dapat meningkatkan risiko inflasi. Presiden Fed New York John Williams mencatat bahwa tapering akan segera dilakukan, dan rekannya dari Chicago Charles Evans mengatakan dia memperkirakan "langkah pertama" untuk menaikkan suku bunga pada tahun 2023Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Imbal Hasil Treasury AS Melonjak, Wall Street Loyo Author: Aprianto Cahyo NugrohoEditor : Aprianto Cahyo Nugroho
Selengkapnya
Sekolah Pasar Modal Saham dan Reksa Dana
Selengkapnya
Bank Dunia pangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 menjadi 3,7%
KONTAN.CO.ID- JAKARTA. Kali ini giliran Bank Dunia masuk ke dalam daftar lembaga internasional yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya sebesar 3,7% yoy, atau lebih rendah 0,7% dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 4,4% yoy.  Dalam laporannya, Bank Dunia menyebut ini tak lepas dari adanya peningkatan kasus harian Covid-19 pada awal kuartal III-2021 sehingga pemerintah menarik rem darurat berupa kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan dilanjutkan dengan PPKM Level 2-4.  Agar ini tak terulang kembali, maka Bank Dunia menyoroti pentingnya upaya pemerintah dalam melakukan penanganan kesehatan.  “Salah satunya adalah vaksinasi. Vaksinasi di Indonesia masih rendah, seperti juga di Filiipina dan Vietnam. Ketersediaan vaksin masih menjadi isu penting, apalagi untuk ketersediaan vaksin booster,” tulis Bank Dunia dalam laporannya, seperti dikutip Selasa (28/9).  Sudah banyak negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang sudah akan memenuhi kuota vaksinasi sebanyak 60% penduduk dalam beberapa bulan ke depan.  Namun, untuk Indonesia dan Filipina, Bank Dunia memprediksi baru akan mencapai tingkat tersebut pada pertengahan tahun depan.  Padahal, dengan makin tingginya angka vaksinasi, ini menjadi tanda kesiapan mobilitas masyarakat yang mumpuni dan bisa menggerakkan permintaan, sehingga implikasinya menggerakkan industri dan juga roda perekonomian.  Hanya, vaksinasi saja tidaklah cukup. Meski tingkat vaksinasi digenjot, pemerintah Indonesia juga tetap harus menerapkan penanganan kesehatan yang tepat. Sepetri meningkatkan kapasitas testing, tracing, treatment (3T) dan taat protokol kesehatan.  Namun ke depan, Bank Dunia optimistis perekonomian Indonesia akan meningkat dan akan mencapai 5,2% yoy pada tahun 2022 dan 5,1% yoy pada tahun 2023. Hal ini dengan melihat berbagai bauran kebijakan yang sudah diberikan oleh pemerintah dan otoritas terkait, langkah reformasi, dan juga Undang-Undang (UU) baru.  Sumber: Kontan.co.id Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi
Selengkapnya
Naik Lagi, Rekor Lagi, Harga Batu Bara Meroket 163% Tahun Ini
CNBC Indonesia, Jakarta- Batu bara sungguh luar biasa. Harga komoditas ini terus naik dan kembali mencetak rekor tertinggi. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 209,85/ton. Melesat 1,75% sekaligus menjadi yang tertinggi setidaknya sejak 2008. Batu bara adalah salah satu komoditas dengan kenaikan harga paling tajam tahun ini. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga si batu hitam meroket 163,35% secara point-to-point. Harga gas yang semakin mahal ikut mengatrol harga batu bara. Dalam sepekan terakhir, harga gas alam di Henry Hub (Oklahoma) melonjak 13,57%. Secara year-to-date, harga melambung 114,93%. Harga gas yang semakin mahal membuat biaya pembangkitan listrik dengan bahan bakar ini kian tidak ekonomis. Di Eropa, biaya pembangkitan listrik dengan gas alam adalah EUR 75,725/MWh pada 28 September 2021. Dengan batu bara, harganya hanya EUR 50,53/MWh. Ini membuat batu bara kembali menjadi primadona, bahkan di Eropa yang menjunjung tinggi isu ramah lingkungan. "Menurut kajian kami, pembangkitan listrik dengan batu bara di Eropa naik hingga ke mendekati titik puncak. Kenaikan harga gas akan semakin mendorong pertumbuhan harga batu bara, seiring konsumsi yang semakin bertambah," sebut Toby Hassall, Analis Refinitiv, dalam risetnya. TIM RISET CNBC INDONESIA Sumber: www.cnbcindonesia.com Author: Hidayat Setiaji
Selengkapnya
Bos LPS: Rerata Bunga Deposito di Bawah Tingkat Penjaminan
Bisnis.com,JAKARTA – Tren bunga deposito di bank kecil hingga besar saat ini rerata berada di level rendah, seturut dengan penetapan tingkat bunga penjaminan yang dirilis oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan rata-rata bunga deposito di Bank Umum Kegiatan Usaha atau BUKU II hingga IV berada di bawah tingkat penjaminan LPS. Kategori BUKU II, misalnya, memiliki rata-rata bunga deposito sebesar 3,2 persen. Sementara itu, untuk BUKU III berada di kisaran 2,29 persen, dan BUKU IV 2,36 persen.“Dibandingkan sebelumnya, ini semua sudah turun di level yang rendah dan yang penting adalah seiring dengan penurunan suku bunga penjaminan LPS,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Rabu (29/9/2021). LPS telah memangkas tingkat suku bunga penjaminan perbankan sebesar 50 basis poin. Bunga penjaminan yang berlaku pada bank umum menjadi 3,5 persen untuk simpanan rupiah dan 0,25 persen untuk simpanan dalam bentuk valuta asing. Adapun, tingkat bunga penjaminan di bank perkreditan rakyat atau BPR untuk simpanan rupiah sebesar 6 persen. Tingkat bunga penjaminan berlaku mulai hari ini, Kamis, 30 September 2021 hingga 28 Januari 2022.Purbaya menilai bahwa kebijakan tersebut cukup efektif menurunkan suku bunga deposito perbankan. Artinya, cost of capital atau biaya modal perbankan akan turun, sehingga bank memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga pinjaman. “Tentu ini akan berdampak positif bagi perekonomian kita. Jadi, data ini menunjukkan bahwa peran suku bunga penjaminan sangat penting untuk menurunkan suku bunga deposito dan simpanan, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya. LPS melaporkan bahwa jumlah rekening yang dijamin sebanyak 365.073.552 rekening atau setara dengan 99,92 persen dari total rekening masyarakat di Indonesia. Secara nominal, jumlah simpanan di bawah Rp2 miliar yang masuk program penjaminan mencapai sekitar 50,02 persen dari total simpanan atau setara dengan Rp3.564,11 triliun. Purbaya mengatakan hal tersebut menunjukkan bahwa cakupan simpanan perbankan, baik dari sisi rekening maupun nominal masih terjaga di level yang memadai. Sumber: Bisnis.comAuthor: Dionisio Damara  Editor : Azizah Nur Alfi  
Selengkapnya