Arsip Januari 2022
Perkiraan Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi 2021 Hanya 3,7%
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 tak akan setinggi yang ditetapkan dalam asumsi dasar ekonomi makro tahun 2021.  Seperti yang kita ketahui, dalam asumsi dasar ekonomi makro tahun 2021, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat pertumbuhan ekonomi tahun lalu bisa di kisaran 5% secara tahunan atawa year on year (yoy).  “Kalau melihat realisasi sementara tahun lalu, pertumbuhan hanya di 3,7% yoy. Atau dalam kisaran ya 3,5% yoy hingga 4,0% yoy,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (3/1) via konferensi video. Bendahara Negara mengatakan, lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi di sepanjang tahun 2021 disebabkan oleh hilangnya momentum pertumbuhan pada tiap kuartal akibat pandemi Covid-19.  Pada kuartal pertama 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih negatif 0,71% yoy. Pertumbuhan negatif ini karena ada peningkatan kasus Covid-19 akibat momen Natal dan Tahun Baru yang akhirnya menimbulkan pembatasan sosial pada Maret 2021.  Pada kuartal kedua 2021, sebenarnya pertumbuhan ekonomi sudah berdaya dan bahkan melejit hingga 7,07% yoy. Tapi, pertumbuhan harus kembali turun ke 3,51% yoy pada kuartal ketiga 2021 karena peningkatan jumlah kasus Covid-19 varian Delta.  Nah, pada kuartal keempat 2021, Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5% yoy didorong oleh perbaikan sejumlah indikator dini, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Penjualan Ritel, PMI Manufaktur, dan mobilitas masyarakat.  Reporter: Bidara Pink | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Selengkapnya
Disparitas Harga DMO Dinilai Jadi Penyebab Masalah Pasokan Batubara
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya disparitas harga batubara untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dengan harga internasional dinilai sebagai penyebab masalah pasokan pada PLTU PLN dan IPP. Permasalahan ini akhirnya membuat pemerintah melarang ekspor terhitung mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Oleh karena itu, lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) meminta pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM menghilangkan disparitas harga tersebut dengan mengevaluasi kebijakan DMO. “Kebijakan DMO harus ditinjau ulang, kenapa penambang enggan, karena disparitas harga pasar dengan DMO jauh sekali, tentunya pengusaha tidak salah juga mencari profit,” kata Ahli Transisi Energi dan Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam keterangannya, Senin (3/1). Dia menilai disparitas harga antara PLN yang mengambil batu bara dengan harga US$ 70 per metrik ton terlalu tinggi dengan selisih harga internasional. Apalagi harga batu bara tahun lalu sempat menyentuh level US$ 270 per metrik ton. Walaupun saat ini sudah turun harganya ke US$ 140, namun masih jauh di atas harga DMO. Fabby menyarankan pemerintah menerapkan harga dinamis terkait harga domestik batu bara. “DMO dibuat dinamis di bawah harga internasional tapi tidak tetap, konsekuensinya memang harga listrik PLN naik. Kalau harga naik, PLN akan dipaksa memakai energi terbarukan,” ujarnya. Mengenai larangan sementara ekspor batu bara terhitung 1-31 Januari 2022 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Fabby mengamini urgensi ketersediaan bahan baku batubara untuk pasokan PLN agar tidak terjadi pemadaman listrik. Kendati demikian, dirinya memaklumi adanya protes yang disampaikan Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid P bahwa kebijakan dikeluarkan pemerintah terkait larangan ekspor batubara tersebut terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan pelaku usaha. Faby menilai kebijakan itu menghantam semua pemain batubara di Indonesia. Padahal banyak pelaku usaha di sektor tersebut yang mematuhi kebijakan DMO. Faby menekankan pentingnya penerapan energi terbarukan untuk jaminan pasokan energi jangka panjang.  Dia bilang, pemerintah harus mencabut kebijakan DMO dalam 2-3 tahun ke depan sehingga harga listrik batubara merefleksikan harga ekonomi sebenarnya. Sebelumnya saat rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI pada 15 November lalu, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, DMO batu bara ditujukan untuk mengatur volume dan harga batu bara untuk industri di dalam negeri, sebagaimana diatur oleh pemerintah di dalam Peraturan Menteri ESDM. Bila aturan DMO dilepas, dirinya berargumen hal itu akan berdampak pada kepastian pasokan batu bara dalam negeri. Hal lain, langkah itu diyakini turut memicu lonjakan biaya yang pada ujungnya berdampak pada kenaikan subsidi atau tarif listrik masyarakat. Dampak kedua bila DMO ini dicabut potensi kenaikan harga batu bara yang akan berdampak langsung pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Kenaikan ongkos produksi ini disampaikan Zulkifli juga akan berdampak langsung pada subsidi dan kompensasi listrik dari pemerintah ke PLN. Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Selengkapnya
Harga Minyak Perpanjang Reli, Brent ke Level Tertinggi Lebih Dari 3 Tahun di Pagi Ini
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Harga minyak naik pada perdagangan awal pekan ini dengan minyak mentah berjangka Brent berada di level tertinggi dalam lebih dari tiga tahun. Sokongan datang karena investor bertaruh pasokan akan tetap ketat di tengah produksi yang tertahan oleh produsen utama dan di saat yang sama permintaan global tidak terganggu oleh virus corona varian Omicron. Senin (17/1) pukul 08.00 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2022 naik 42 sen, atau 0,5% menjadi US$ 86,48 per barel. Kontrak tersebut menyentuh level tertinggi sejak 3 Oktober 2018, saat menyentuh US$ 86,71 per barel di awal sesi. Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2022 naik 62 sen atau 0,7% ke US$ 84,44 per barel. Di awal sesi, WTI mencapai US$ 84,78 per barel, posisi tertinggi sejak 10 November 2021. Kenaikan tersebut mengikuti reli pekan lalu ketika Brent naik 5,4% dan WTI melonjak 6,3%. Pembelian minyak yang panik, didorong oleh pemadaman pasokan dan tanda-tanda varian Omicron tidak akan mengganggu seperti yang dikhawatirkan untuk permintaan bahan bakar, telah mendorong beberapa nilai minyak mentah ke posisi tertinggi dalam beberapa tahun. Ini ditunjukkan dengan reli di Brent berjangka dapat dipertahankan lebih lama. "Sentimen bullish terus berlanjut karena OPEC+ tidak menyediakan cukup pasokan untuk memenuhi permintaan global yang kuat," kata Toshitaka Tazawa, Analis di Fujitomi Securities Co Ltd. "Jika dana (investasi) meningkatkan bobot alokasi untuk minyak mentah, harga bisa mencapai level tertinggi 2014," tambah Tazawa. OPEC+ secara bertahap melonggarkan pengurangan produksi yang diterapkan ketika permintaan runtuh pada tahun 2020. Tetapi banyak produsen yang lebih kecil tidak dapat meningkatkan pasokan dan yang lain waspada untuk memompa terlalu banyak minyak jika terjadi kemunduran COVID-19 yang baru. Kekhawatiran akan serangan Rusia di negara tetangga Ukraina yang dapat mengganggu pasokan energi juga mendukung harga. Pejabat AS menyuarakan kekhawatiran pada hari Jumat bahwa Rusia sedang bersiap untuk menyerang Ukraina jika diplomasi gagal. Rusia, yang telah mengumpulkan 100.000 tentara di perbatasan Ukraina, merilis gambar pasukannya bergerak. Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) telah mengadakan pembicaraan dengan beberapa perusahaan energi internasional mengenai rencana darurat untuk memasok gas alam ke Eropa jika konflik antara Rusia dan Ukraina mengganggu pasokan Rusia, dua pejabat AS dan dua sumber industri mengatakan kepada Reuters, Jumat. Stok minyak mentah AS, sementara itu, turun lebih dari yang diharapkan ke level terendah sejak Oktober 2018. Tetapi Energy Information Administration (EIA) menyebut persediaan bensin melonjak karena permintaan yang lemah. Kekhawatiran atas kendala pasokan melebihi berita kemungkinan pelepasan minyak China dari cadangan, lanjut Tazawa. Sumber mengatakan kepada Reuters China berencana untuk melepaskan cadangan minyak sekitar liburan Tahun Baru Imlek antara 31 Januari dan 6 Februari sebagai bagian dari rencana yang dikoordinasikan oleh Amerika Serikat dengan konsumen utama lainnya untuk mengurangi harga global. Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
Selengkapnya
Presiden Jokowi Putuskan Diskon PPN Properti Tahun 2022 Maksimal 50 Persen
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menyetujui alokasi anggaran untuk dana Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) tahun 2022. Hal itu disampaikan Menteri Perekonomian Airlangga Hartato dalam Keterangan Pers Menteri terkait Hasil Rapat Terbatas Evaluasi PPK, Minggu (16/1/2022).  Airlangga menjelaskan Presiden menyetujui beberapa program terkait pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan angaran sebesar Rp 451 triliun.  Anggaran tersebut terbagi atas tiga bidang yakni bidang kesehatan, perlindungan sosial dan fasilitas fiskal untuk beberapa sektor. “Yang disetujui Presiden adalah inisiatif fiskal properti atau PPN DTP akan diperpanjang sampai bulan Juni 2022,” ujarnya.  PPN DTP untuk rumah susun dan rumah tapak seharga maksimal Rp 2 miliar, akan diberikan fasilitas PPN DTP sebesar 50 persen. Kemudian untuk harga hunian yang dijual dari Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar akan mendapatkan fasilitas PPN DTP sebesar 25 persen.  “PPN DTP ini akan diperhitungkan sejak awal kontrak dan diharapkan pembangunan rumah dapat diselesaikan dalam kurun waktu 9 bulan,” tambah Airlangga.  Namun, Airlangga dalam kesempatan tersebut tidak merinci berapa besar dana yang dialokasikan pemerintah untuk insentif PPN DTP sektor properti tahun ini.   Seperti diketahui, pemerintah memberikan PPN DTP atau insentif PPN untuk mendorong masyarakat membeli rumah sendiri.  Besar insentif PPN DTP yang diberikan pemerintah tahun 2022 memang lebih kecil dari yang didapatkan tahun 2021, di mana untuk rumah seharga maksimal mendapatkan diskon 100 persen.  Sementara rumah dengan kisaran harga Rp 2 miliar-Rp 5 miliar mendapatkan diskon PPN DTP hingga 50 persen. Penulis : Masya Famely RuhulessinEditor : Hilda B Alexander
Selengkapnya
BNI Bukukan Laba Bersih Rp 10,89 Triliun Tahun 2021, Melesat 232% YoY
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) tercatat menggembirakan sepanjang 2021. Bank pelat merah ini membukukan laba bersih Rp 10,89 triliun. Itu melonjak hingga 232,2% dari tahun 2020 yang hanya membukukan net profit Rp 3,28 triliun. Berdasarkan publikasi laporan keuangan BNI, Rabu (26/1), performa laba bersih yang cukup baik itu didukung oleh penurunan biaya dana dari 2,6% pada tahun 2020 menjadi 1,6%. Rasio biaya murah (CASA) perseroan mengalami kenaikan dari 68,5% menjadi 69,4%. Sepanjang  tahun 2021, BNI mencatatkan pendapatan bunga bersih (NII)  sebesar Rp 38,2 triliun atau meningkat 12,4% year on year (YoY). Sementara pendapatan non bunga tumbuh 12,8% YoY menjadi Rp 13,6 triliun.  Margin bunga bersih atau net interest income (NIM) bank ini meningkat  dari 4,5% menjadi 4,7%. Pertumbuhan pendapatan bunga bersih sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 5,3% dari Rp 553,1 triliun menjadi Rp 582 triliun. Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 15,5% YoY menjadi Rp 729,1 triliun. Adapun aset perseroan meningkat 14,9% YoY menjadi p 964,8 triliun. Pertumbuhan kredit BNI disertai dengan perbaikan kualitas aset. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross turun dari 4,3% menjadi 3,7%. Sebelumnya, Novita Anggraeni Direktur Keuangan BNI mengatakan, kinerja perseroan di tahun 2021 semakin membaik. Hal ini tidak lepas dari langkah strategis yang telah ditetapkan oleh manajemen sejak awal tahun 2021 untuk memulai program transformasi perusahaan, dengan fokus pada peningkatan kualitas aset, pertumbuhan bisnis yang prudent dan penguatan modal. "Memasuki tahun 2022 ini pertumbuhan ekonomi oleh banyak lembaga diproyeksikan akan lebih baik, ditambah kinerja keuangan yang lebih sehat, kami memproyeksikan laba bersih tahun 2022 akan tumbuh positif, seiring dengan tren kinerja yang terus meningkat," kata Novita pada Kontan.co.id, Selasa (18/1). Novita bilang, hal ini tentunya tidak mudah, mengingat pandemi belum sepenuhnya berakhir. Namun, manajemen BNI akan berupaya mewujudkannya melalui ekspansi secara prudent pada debitur top tier dengan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi, menggenjot fee based income melalui peningkatan transaksi, cross selling dan layanan digital, efisiensi biaya operasional melalui optimalisasi teknologi, fokus menumbuhkan dana murah (CASA) yang sehat untuk mendukung penyaluran kredit, serta menjaga kualitas aset untuk dapat meminimalkan cost of credit. Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Selengkapnya
BKF: Pengurangan Likuiditas oleh BI Belum Akan Pengaruhi Kinerja APBN
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan mulai mengurangi penambahan likuiditas (tapering) pada akhir kuartal I-2022, yaitu dengan meningkatkan giro wajib minimum (GWM) per 1 Maret 2022. Gubernur BI Perry Warjiyo pun mengatakan, langkah yang diambil oleh bank sentral ini berpotensi menyedot likuiditas hingga Rp 200 triliun.  Namun, Perry yakin kebijakan tersebut tidak akan mengurangi likuiditas yang ada dan tidak akan memengaruhi kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit maupun membeli Surat Berharga Negara (SBN).  Pasalnya, hingga saat ini likuiditas pun masih sangat longgar. Sehingga implikasinya, ini tidak akan memengaruhi progres pemulihan ekonomi yang sedang diperjuangkan.  Senada, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memandang, rencana pengurangan likuiditas oleh BI tersebut belum akan berpengaruh besar pada kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khususnya dalam hal pembiayaan. “Likuiditas domestik masih ample (cukup), sementara kebutuhan pembiayaan juga menurun karena terus menguatnya kinerja APBN,” ujar Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) BKF Abdurohman kepada Kontan.co.id, Selasa (25/1). Dalam hal ini, Abdurohman menyiratkan pemerintah masih tetap akan menjaga defisit APBN menuju maksimal 3% PDB pada tahun 2023. Karena likuditas bagi perekonomian memang masih terjaga dan momentum pemulihan ekonomi tetap berjalan. Kinerja APBN sudah semakin menguat dan sebenarnya sudah tercermin pada tahun lalu. Defisit APBN berhasil ditekan menjadi 4,65% Produk Domestik Bruto (PDB), atau jauh dari yang ditetapkan sebelumnya atau sebesar 5,7% PDB.  Ini karena realisasi sementara pendapatan negara hingga akhir 2021 tercatat Rp 2.003,1 triliun atau melampaui target yang dipatok sebesar Rp 1.743,6 triliun. Ini pun tumbuh 21,6% dari capaian pada tahun 2020. Pendapatan negara ini ditopang oleh penerimaan perpajakan yang tembus Rp 1.546,51 triliun atau 107,06% dari target, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tercatat Rp 451,98 triliun atau juga 151,57% dari target. Melihat capaian ini, Abdurohman optimistis APBN di tahun 2022 masih akan berdaya, didukung dengan potensi penerimaan negara dari hasil reformasi perpajakan, masih relatif tingginya harga komoditas, serta menguatnya pemulihan ekonomi nasional. Dengan potensi ini, defisit APBN pada tahun 2022 bahkan bisa di bawah target awalnya yang sebesar 4,85% PDB. Serta didukung dengan reformasi perpajakan, prospek konsolidasi fiskal menuju defisit maksimal 3% PDB pada tahun 2023 tetap bisa tercapai. “Dan tentu saja dengan tetap berlanjutnya akselerasi pemulihan ekonomi,” tandas Abdurohman. Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi
Selengkapnya