KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan bisa kembali mengoptimalkan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) seiring pulihnya permintaan kredit. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan kredit perbankan terus meningkat 2,21% year on year (yoy) pada September 2021.
Pertumbuhan kredit perbankan di sektor transportasi melesat 14,59% yoy, pertanian tumbuh 4,34%, rumah tangga naik 3,6%, dan konstruksi juga tumbuh positif 3,77%. Kendati demikian, NII tidak hanya dipengaruhi oleh permintaan kredit, terdapat aspek lain seperti biaya dana yang harus dijaga.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) mampu mencatatkan pertumbuhan NII sebesar 27,9% yoy dari Rp 56,04 triliun menjadi Rp 71,69 triliun di September 2021. Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto menyatakan faktor utamanya karena bank mampu menurunkan biaya dana.
“Terlihat dari beban bunga BRI yang tercatat menurun 35,2 persen yoy, dari Rp 29,8 triliun di akhir September 2020 menjadi Rp 19,3 triliun pada akhir September 2021,” ujar Aestika kepada Kontan.co.id pada Rabu (10/11).
Lanjut ia, pencapaian tersebut tak lepas dari strategi perseroan yang terus berupaya untuk meningkatkan porsi dana murah (CASA) dengan cara memperbaiki struktur pendanaan. Melalui platform simpanan berbasis digital dan pengembangan micropayment system.
“BRI memiliki strategi untuk meningkatkan rekening tabungan dan giro di ekosistem platform digital sebagai source of fund. Dari sisi ekosistem pembayaran, kolaborasi BRI dengan berbagai strategic partners terus memperluas akses bagi nasabah untuk bertransaksi,” paparnya.
Seiring dengan itu, BRI berhasil menurunkan biaya dana atau cost of fund (cof) secara signifikan. Secara bank only, CoF BRI pada akhir September 2021 tercatat 2,14% turun dari September 2020 sebesar 3,45%
Direktur Keuangan PermataBank, Lea Kusumawijaya menyatakan faktor harga atau bunga juga berpengaruh terhadap NII. Selain itu sumber pendanaan bank dalam menyalurkan kredit turut berperan.
“Jadi kami punya target pertumbuhan kredit 2022 sejalan target di industri, harapannya sudah bisa 6% atau lebih. Pendapatan bunga bersih, akan dipengaruhi biaya dana dana pihak ketiga (DPK),” papar Lea pada Rabu (11/10).
Ia menyatakan, Bank Permata akan fokus untuk meningkatkan dana murah atau current account and saving account (CASA) dari tabungan dan giro. Tujuannya agar biaya dana bank bisa lebih terjaga lagi.
“Sehingga NII akan tumbuh, bisa sejalan dengan pertumbuhan minimum kredit. Bila biaya dana bisa lebih efisiensi maka NII lebih optimal,” jelasnya.
Bank Permata berhasil mencatatkan pertumbuhan NII 28% yoy dari Rp 4,65 triliun menjadi Rp 5.94 triliun hingga September 2021. Kinerja itu didorong oleh kenaikan kredit 21% yoy dari Rp 102,89 triliun menjadi Rp 124,17 triliun.
Dari sisi pendanaan, simpanan nasabah bertumbuh sebesar 23% YoY menjadi Rp 163,5 triliun terutama dikontribusikan oleh pertumbuhan tabungan dan giro sebesar 28%. Kenaikan ini sejalan dengan strategi Bank untuk memfokuskan pertumbuhan simpanan nasabah dengan biaya dana yang lebih murah.
Tujuannya untuk mendukung penyaluran kredit dengan suku bunga yang lebih bersaing dalam jangka panjang. Sejalan dengan hal tersebut, rasio CASA Bank mengalami peningkatan menjadi 53%, lebih tinggi dibandingkan posisi September 2020 sebesar 50,8%.
Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar menyatakan NII meningkat 17,6% YoY dari Rp 24,39 triliun menjadi Rp 28,70 triliun pada kuartal ketiga 2021.
Itu merupakan efek pendistribusian kredit BNI yang masih tumbuh 3,7% YoY dari Rp 550,07 triliun menjadi Rp 570,64 triliun pada September 2021.
Source: Kontan.co.id
Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .