Jakarta, CNBC Indonesia - Tren investasi kripto berjenis non-fungible token (NFT) semakin meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini karena minat masyarakat untuk memperjual belikan aset dan karya seni digital melalu NFT semakin meningkat.
Berdasarkan data DappRadar pada kuartal III-2021, volume penjualan NFT sudah mencapai US$10,7 miliar atau Rp 152,3 triliun. Angka ini naik tajam dari 'hanya' US$1,3 miliar atau Rp 18,5 triliun pada kuartal II dan kuartal I sebesar US$1,2 miliar atau Rp 17 triliun.
Pada pasar NFT terbesar, OpenSea mencatatkan penjualan mencapai US$ 3,4 miliar (Rp 48,4 triliun) di bulan Agustus. Satu bulan berikutnya penjualan tetap kuat di saat pasar saham global tersendat.
Capaian ini sering dikaitkan dengan tren kenaikan harga mata uang kripto saat pandemi. Sebab orang menggunakan uang kripto saat membeli NFT. Meski para penggemar menyebutkan aset kripto memiliki nilai terlepas dari kondisi pasar.
NFT adalah aset digital yang mewakili aset di dunia nyata. Ini seperti sertifikat digital bagi mereka yang memiliki foto, video atau bentuk virtual lainnya. Hal ini akan tercatat di blockchain. Bila sudah dienkripsi di blockchain, pihak lain tidak dapat menduplikasi atau mereplikasi aset tersebut.
Bahkan tak hanya sekadar karya seni, utamanya dalam bentuk digital, NFT juga diprediksi akan jadi bagian masa depan industri game. Hal ini diungkapkan oleh penerbit game, Electronic Arts (EA).
Kepada para investor, Chief Executive EA, Andrew Wilson mengatakan pemain FIFA ingin melihat NFT.
"(Pemain) ingin lebih banyak modalitas dalam permainan di dalam game, yang melampaui sekedar sepak bola 11 lawan 11," kata dia, dikutip BBC, Minggu (7/11/2021) lalu.
"Mereka menginginkan lebih banyak pengalaman digital di luar game, eSport, NFT, konsumsi olahraga yang lebih luas dan mereka ingin kami bergerak dengan sangat cepat".
Dia menambahkan ide soal NFT masih sangat awal dan datang dengan 'banyak hype'. "Masih terlalu awal mengetahui bagaimana cara kerjanya," ungkapnya.
Sayangnya ide tersebut sangat kontroversial di kalangan gamer. Misalnya platform game Steam melarang game berbasis blockchain dan NFT di platformnya.
Menurut sejumlah desainer game percaya bahwa NFT buruk untuk game secara keseluruhan. Namun studio lain, termasuk Ubisoft, menyetujui ide tersebut.
Analis industri game, Piers Harding-Rolls dari Ampere mengungkapkan jika NFT dan blockchain adalah pengganggu baru pada sektor game. Menurutnya, seluruh menerbit besar, termasuk EA melihat adanya potensi pada format itu untuk bisa menghasilkan uang.
"Ini akan jadi praktik komersial yang buruk untuk tidak menganalisa bagaimana teknologi bisa berdampak pada bisnis yang ada," jelasnya. (chd/chd)
Source: CNBC Indonesia